Bumiayu
Opini
Arus urbanisasi kala itu sudah begitu ramai sejak pemerintahan Bapak Presiden Soeharto. Centralisasi perekonomian yang terpusat banyak membuat orang-orang dari daerah mengadukan nasibnya ke Ibu Kota. Tidak sedikit juga para perantau Bumiayu yang mengadukan nasibnya ke Jakarta, mungkin ada beberapa yang sampai duapuluhan tahun lamanya.
Sebenarnya arus urbanisasi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Misalnya adalah Korea Selatan, disana centralisasi perekonomian berada di Kota Seoul. Jepang hilir perekonomiannya di Kota Tokyo, dan China berada di Kota Shanghai.
Maka dari itu tidak heran, urbanisasi ini adalah tujuan seseorang untuk merubah takdir hidupnya menjadi yang lebih berkecukupan. Siapa sih yang mau hidup susah tentunya?
Namun harus diperhatikan juga apa saja yang harus dipersiapkan untuk mengadu nasib di Ibu Kota ini bagi para perantau Bumiayu dan Brebes Selatan pada umumnya?
Beberapa waktu yang lalu saya melihat postingan di Group Facebook Bumiayu Raya yakni seorang pria asli Kaliwadas, Bumiayu. Bapak ini mempunyai keahlian dalam membuat Kuliner Bubur Kacang Hijau. Tentu saja ini adalah modal awal, selanjutnya modal uang bisa saja diperoleh dari meminjam kepada bank untuk pengajuan UMKM misalnya.
Dan setelahnya saya juga melihat usaha Kuliner Bubur Ayam dari Bapak Rozak, yang beralamat di perempatan muri mustika jembatan 2 Kota Bekasi. Jika dilihat dari lokasinya yang sudah menetap, Bapak Rozak ini sudah lama menjadi perantau Bumiayu yang menginjakan kakinya di Bekasi.
Jika diartikan kata Attitude yakni tingkah laku, dimana syarat mutlak seorang manusia dalam berinteraksi. Jika Anda mempunyai attitude yang kurang baik, terlebih sebagai perantau atau pekerja kelak akan dipersulit dalam hal karir maupun pergaulannya.
Ada pepatah, dimana Bumi dipijak, disitu Langit dijunjung. Sebagai perantauan, kita harus mengedepankan sikap dan tingkah laku, terlebih di lingkungan sekitar kita yang notabene adalah penduduk lokal. Hal yang baik tentu kita harus ikut guyub dalam lingkungan Rukun Tetangga, agar bisa lebih dikenal masyarakat setempat.
Syarat terkahir yah yang ingin saya sampaikan adalah pendidikan. Meskipun saya sendiri merantau di daerah Jawa Barat hanya setahun, namun yang dirasakan adalah tantangan yang begitu berat disana.
Tantangan itu sendiri adalah pendidikan. Penulis juga sebagai perantau Bumiayu yang pernah menjadi kuli di perusahaan otomotif Karawang. Disana saya pribadi sering bertemu dengan pekerja dari Salem, Bantarkawung, Tonjong, Sirampog dan Paguyangan. Hilir mudik pergantian karyawan sangatlah cepat, disamping faktor pendidikan dimana memang lulusan SMA/SMK mempunyai kontrak kerja paling lama adalah dua tahun.
Perjuangan seperti ini sering penulis jumpai sebagai sesama perantau dari daerah. Kita tidak bisa menuntut suatu keadaan, karena hal-hal seperti outsourcing memang sudah diatur di peraturan pemerintahan.
Lantas apa sih kita sebagai perantau Bumiayu yang mengadu nasib ini ke kota lain, kenapa tidak di Bumiayu saja mengembangkan sektor perindustriannya?
Tentu jawabannya adalah faktor ekonomilah yang mengharuskan kita melangkahkan kaki ini dengan penuh tanggung jawab meskipun berat harus meninggalkan sanak keluarga di kampung.
Akan tetapi demi masa depan yang cerah, apapun rintangan yanh dihadapi harus bisa sampai ke pulau terindah. Merakit rakit yang koyak, agar sampai ke pulau impian. Itulah tujuan dari para Perantau Bumiayu. /FA
Apa bae sih syarat dadi perantau Bumiayu ning luar kota ben bisa kerja
Arus urbanisasi kala itu sudah begitu ramai sejak pemerintahan Bapak Presiden Soeharto. Centralisasi perekonomian yang terpusat banyak membuat orang-orang dari daerah mengadukan nasibnya ke Ibu Kota. Tidak sedikit juga para perantau Bumiayu yang mengadukan nasibnya ke Jakarta, mungkin ada beberapa yang sampai duapuluhan tahun lamanya.
Sebenarnya arus urbanisasi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Misalnya adalah Korea Selatan, disana centralisasi perekonomian berada di Kota Seoul. Jepang hilir perekonomiannya di Kota Tokyo, dan China berada di Kota Shanghai.
Maka dari itu tidak heran, urbanisasi ini adalah tujuan seseorang untuk merubah takdir hidupnya menjadi yang lebih berkecukupan. Siapa sih yang mau hidup susah tentunya?
Namun harus diperhatikan juga apa saja yang harus dipersiapkan untuk mengadu nasib di Ibu Kota ini bagi para perantau Bumiayu dan Brebes Selatan pada umumnya?
1. Keahlian
Beberapa waktu yang lalu saya melihat postingan di Group Facebook Bumiayu Raya yakni seorang pria asli Kaliwadas, Bumiayu. Bapak ini mempunyai keahlian dalam membuat Kuliner Bubur Kacang Hijau. Tentu saja ini adalah modal awal, selanjutnya modal uang bisa saja diperoleh dari meminjam kepada bank untuk pengajuan UMKM misalnya.
Dan setelahnya saya juga melihat usaha Kuliner Bubur Ayam dari Bapak Rozak, yang beralamat di perempatan muri mustika jembatan 2 Kota Bekasi. Jika dilihat dari lokasinya yang sudah menetap, Bapak Rozak ini sudah lama menjadi perantau Bumiayu yang menginjakan kakinya di Bekasi.
2. Attitude
Jika diartikan kata Attitude yakni tingkah laku, dimana syarat mutlak seorang manusia dalam berinteraksi. Jika Anda mempunyai attitude yang kurang baik, terlebih sebagai perantau atau pekerja kelak akan dipersulit dalam hal karir maupun pergaulannya.
Ada pepatah, dimana Bumi dipijak, disitu Langit dijunjung. Sebagai perantauan, kita harus mengedepankan sikap dan tingkah laku, terlebih di lingkungan sekitar kita yang notabene adalah penduduk lokal. Hal yang baik tentu kita harus ikut guyub dalam lingkungan Rukun Tetangga, agar bisa lebih dikenal masyarakat setempat.
3. Pendidikan
Syarat terkahir yah yang ingin saya sampaikan adalah pendidikan. Meskipun saya sendiri merantau di daerah Jawa Barat hanya setahun, namun yang dirasakan adalah tantangan yang begitu berat disana.
Tantangan itu sendiri adalah pendidikan. Penulis juga sebagai perantau Bumiayu yang pernah menjadi kuli di perusahaan otomotif Karawang. Disana saya pribadi sering bertemu dengan pekerja dari Salem, Bantarkawung, Tonjong, Sirampog dan Paguyangan. Hilir mudik pergantian karyawan sangatlah cepat, disamping faktor pendidikan dimana memang lulusan SMA/SMK mempunyai kontrak kerja paling lama adalah dua tahun.
Perjuangan seperti ini sering penulis jumpai sebagai sesama perantau dari daerah. Kita tidak bisa menuntut suatu keadaan, karena hal-hal seperti outsourcing memang sudah diatur di peraturan pemerintahan.
Kesimpulan
Lantas apa sih kita sebagai perantau Bumiayu yang mengadu nasib ini ke kota lain, kenapa tidak di Bumiayu saja mengembangkan sektor perindustriannya?
Tentu jawabannya adalah faktor ekonomilah yang mengharuskan kita melangkahkan kaki ini dengan penuh tanggung jawab meskipun berat harus meninggalkan sanak keluarga di kampung.
Akan tetapi demi masa depan yang cerah, apapun rintangan yanh dihadapi harus bisa sampai ke pulau terindah. Merakit rakit yang koyak, agar sampai ke pulau impian. Itulah tujuan dari para Perantau Bumiayu. /FA
Via
Bumiayu
Posting Komentar