Opini
Hilangnya rasa kemanusiaan sejak invansi COVID-19
Ada satu literatur yang mengatakan seperti ini : Virus atau penyakit menular yang asalnya bukan dari manusia namun akhirnya menjadi penyakit bagi manusia, tidak lain adalah dari ulah manusia sendiri yang merusak ekosistem Bumi. Terdengar seram, dan tidak masuk di akal. Akan tetapi jika diambil dari segi Ilmu Pengetahuan Alam, tentu sanitasi adalah awal dari manusia bisa hidup sehat.
Ditengah masifnya penyebaran COVID-19 di hampir 126 negara ini, kita harus mewaspadai terjadinya gesekan sosial yang bisa lebih berbahaya dari virusnya itu sendiri. Penyakit sosial seperti rasis bisa saja terjadi ditengah hiruk pikuk wabah pandemik global virus Corona. Terjadinya jurang pemisah antara si Kaya dan si Miskin sangat rentan sekali terjadi.
Pemerintahan khususnya sebagai pengendali harus mempunyai peran sebagai superhero dalam menangani wabah pandemi ini. Tentu dibawahnya akan melibatkan ormas-ormas untuk menselaraskan program-program yang dibuat oleh pemerintah.
Ketika anda perhatikan di situs micro jejaring sosial Twitter, masih terasa hawa panas exs PEMILU lalu yang masih kerasa kental disetiap narasi yang dipostingkan. Hal seperti ini yang akan membuat disinformasi dimana seharusnya Masyarakat percaya kepada pemerintah sebagai pusat informasi terkini namun banyak ahli-ahli kesehatan yang muncul secara tiba-tiba.
Pesan – pesan WhatsApp yang masif bisa saja tidak bisa diakui kesahihannya. Anda tidak akan tahu siapa pengirim utama chat atau gambar yang dikirim ke pesan WhatsApp tersebut bukan?
Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, yang pada akhirnya yang menjadi korban adalah masyarakat awam yang minim pengetahuan tentang teknologi. Seperti salah satu kasus di Sulawesi, satu keluarga mengalami demam setelah dengan paksa membuka jenazah positif COVID-19 dan memandikannya serta menguburkannya.
Ironis sekali bukan?
Hal disinformasi lagi-lagi terjadi dimana peran pemerintah setempat yang kurang dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Berita-berita dari media sosial yang tidak dikontrol oleh pemerintah menjadikan bola liar ditengah kegelisahan kita sebagai masyarakat yang awam.
Tindakan penolakan jenazah positif COVID-19 menjadikan bukti kurangnya pemerintah dalam memberikan edukasi, dan mengontrol sebaran berita-berita yang tidak mempunyai bukti ilmiah bebas besebaran di media sosial.
Bukan salah masyarakat menjadi perangai seperti ini, masyarakat hanya membutuhkan edukasi dan keterbukaan. Sebelum terlambat, ayo semua lini bergerak memberikan sosialisasi ke saudara, tetangga dan warga sekitar tempat kamu tinggal. Berikan edukasi yang mendalam kepada masyarakat kita. Kelak yang Anda lakukan akan membuat Indonesia menjadi negara yang besar dengan berhasil mengalahkan COVID-19.
Pemerintah sebagai kunci sukses, harus dengan gagah menggulung lengan baju dan turun kelapangan. Berikan edukasi dari ahlinya, seperti dokter, perawat, mantri kesehatan dan jajaran-jajaran lainnya meskipun berbeda divisi.
Sehingga akan terjadi kehangatan di grass root yang notabene adalah masyarakat awam teknologi terkini. Seperti inilah yang harus diberikan edukasi, agar visi dan misi pemerintah tidak salah jalan.
Penulis menyakini bahwasannya pemerintah belum telat agar kasus-kasus disinformasi di masyarakat bawah tidak terjadi kembali. Penulis optimis pemerintah bisa hadir ditengah kekhawatiran masyarakat akan wabah pandemik COVID-19 ini.
Turun kelapangan dan berikan edukasi ke masyarakat kunci awalnya agar masyarakat lebih bisa terkendali dan tidak ketakutan. Berikan narasi-narasi positif di media sosial melalui banner, info grafis, ataupun video.
Kelak wabah virus Corona akan berakhir dengan cepat.
Pemerintah harus merangkul ormas, komunitas dan pemuda-pemuda setempat untuk ikut turun kelapangan mensosialisasikan program pemerintah. Salah satunya adalah Group Facebook Bumiayu Raya yang membagikan masker secara gratis ke masyarakat di sekitar Bumiayu.
Hal-hal positif seperti itu yang harus pemerintah lihat, backup dan berikan budget untuk mengelola pembagian masker agar lebih masif lagi. /FA
Ditengah masifnya penyebaran COVID-19 di hampir 126 negara ini, kita harus mewaspadai terjadinya gesekan sosial yang bisa lebih berbahaya dari virusnya itu sendiri. Penyakit sosial seperti rasis bisa saja terjadi ditengah hiruk pikuk wabah pandemik global virus Corona. Terjadinya jurang pemisah antara si Kaya dan si Miskin sangat rentan sekali terjadi.
Pemerintahan khususnya sebagai pengendali harus mempunyai peran sebagai superhero dalam menangani wabah pandemi ini. Tentu dibawahnya akan melibatkan ormas-ormas untuk menselaraskan program-program yang dibuat oleh pemerintah.
Chaos COVID-19 di MEDSOS
Ketika anda perhatikan di situs micro jejaring sosial Twitter, masih terasa hawa panas exs PEMILU lalu yang masih kerasa kental disetiap narasi yang dipostingkan. Hal seperti ini yang akan membuat disinformasi dimana seharusnya Masyarakat percaya kepada pemerintah sebagai pusat informasi terkini namun banyak ahli-ahli kesehatan yang muncul secara tiba-tiba.
Pesan – pesan WhatsApp yang masif bisa saja tidak bisa diakui kesahihannya. Anda tidak akan tahu siapa pengirim utama chat atau gambar yang dikirim ke pesan WhatsApp tersebut bukan?
Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, yang pada akhirnya yang menjadi korban adalah masyarakat awam yang minim pengetahuan tentang teknologi. Seperti salah satu kasus di Sulawesi, satu keluarga mengalami demam setelah dengan paksa membuka jenazah positif COVID-19 dan memandikannya serta menguburkannya.
Ironis sekali bukan?
Kasus penolakan jenazah
Hal disinformasi lagi-lagi terjadi dimana peran pemerintah setempat yang kurang dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Berita-berita dari media sosial yang tidak dikontrol oleh pemerintah menjadikan bola liar ditengah kegelisahan kita sebagai masyarakat yang awam.
Tindakan penolakan jenazah positif COVID-19 menjadikan bukti kurangnya pemerintah dalam memberikan edukasi, dan mengontrol sebaran berita-berita yang tidak mempunyai bukti ilmiah bebas besebaran di media sosial.
Bukan salah masyarakat menjadi perangai seperti ini, masyarakat hanya membutuhkan edukasi dan keterbukaan. Sebelum terlambat, ayo semua lini bergerak memberikan sosialisasi ke saudara, tetangga dan warga sekitar tempat kamu tinggal. Berikan edukasi yang mendalam kepada masyarakat kita. Kelak yang Anda lakukan akan membuat Indonesia menjadi negara yang besar dengan berhasil mengalahkan COVID-19.
Kurang sosialisasi Pemerintah
Pemerintah sebagai kunci sukses, harus dengan gagah menggulung lengan baju dan turun kelapangan. Berikan edukasi dari ahlinya, seperti dokter, perawat, mantri kesehatan dan jajaran-jajaran lainnya meskipun berbeda divisi.
Sehingga akan terjadi kehangatan di grass root yang notabene adalah masyarakat awam teknologi terkini. Seperti inilah yang harus diberikan edukasi, agar visi dan misi pemerintah tidak salah jalan.
Penulis menyakini bahwasannya pemerintah belum telat agar kasus-kasus disinformasi di masyarakat bawah tidak terjadi kembali. Penulis optimis pemerintah bisa hadir ditengah kekhawatiran masyarakat akan wabah pandemik COVID-19 ini.
Turun kelapangan dan berikan edukasi ke masyarakat kunci awalnya agar masyarakat lebih bisa terkendali dan tidak ketakutan. Berikan narasi-narasi positif di media sosial melalui banner, info grafis, ataupun video.
Kelak wabah virus Corona akan berakhir dengan cepat.
Pembagian Masker Gratis
Pemerintah harus merangkul ormas, komunitas dan pemuda-pemuda setempat untuk ikut turun kelapangan mensosialisasikan program pemerintah. Salah satunya adalah Group Facebook Bumiayu Raya yang membagikan masker secara gratis ke masyarakat di sekitar Bumiayu.
Hal-hal positif seperti itu yang harus pemerintah lihat, backup dan berikan budget untuk mengelola pembagian masker agar lebih masif lagi. /FA
Via
Opini
Posting Komentar