Teknologi Zaman Kuno yang telah dilupakan kita ternyata sangat bermanfaat
Sejak pagebluk melanda, beberapa orang pelestari budaya leluhur merasa menemukan momentum tepat untuk berkabar bahwa apa yang mereka perjuangkan selama ini akhirnya menemukan bukti kebenarannya.
Image by Sasin Tipchai from Pixabay |
Para leluhur kita (kata mereka) telah banyak mewariskan ilmu kehidupan, yang apabila kita 'uri-uri' akan menjadikan petunjuk untuk melangkah menuju masa depan. Sayangnya beberapa kelompok penentang cenderung melihat keilmuan itu sebagai sarana menyembah selain Tuhan.
Pertama mari kita bahas soal Sawan
Apa yang terlintas di pikiran anda saat mendengar kata sawan? Apakah terbayang seseorang yang kejang-kejang? Dengan mata melotot, mulut berbusa, lalu ngoceh tak karuan? Atau kelebatan makhluk astral yang bentuknya seram?
Sawan (menurutku) adalah sebutan lain dari virus. Ia adalah makhluk 'halus' dalam arti bukan makhluk yang berasal dari alam ghaib sebagaimana yang kita pahami selama ini. Keilmuan modern bisa menjelaskan soal itu. Ya, saking kecilnya ukuran makhluk itu, maka tak terlihat oleh mata telanjang, dari itu, orang kuna menyebutnya makhluk halus.
Sayangnya kita lupa atau cenderung tidak peduli pada bahasa dan peralihannya. Bahkan kita sendiri cenderung anti dengan segala kisah masa lalu, sehingga belum-belum kita sudah antipati terhadap istilah.
Leluhur kita menyebutnya Sawan. Orang modern menyebutnya Virus.
Contoh kecil mengapa sawan dan virus adalah makhluk yang sama? Mari kita amati soal pencegahannya.
Dulu, di halaman rumah-rumah leluhur kita, bisa kita temukan
gentong air untuk cuci kaki atau tangan. Air gentong itu dipakai ketika kita
habis bepergian, entah dari ladang, atau dari tempat yang jauh dari lingkungan
rumah. Hal itu oleh orang modern pernah di anggap hal sepele, tapi sejak pagebluk
melanda, 'ritual' itu kembali digalakkan. Bahwa sawan atau virus bisa menempel
di tubuh kita ketika kita habis bepergian, dari itu kita di anjurkan mencuci
kaki dan tangan sebelum masuk kerumah.
Selain gentong air, ada juga anjuran dari leluhur soal masuk kerumah harus lewat dapur, lalu kaki dan tangan mesti didekatkan ke tungku yang apinya menyala, sekurang-kurangnya tungku tersebut masih menyimpan panas.
Keilmuan modern bisa menjelaskan hubungan antara panas dan virus. Ya, selain dengan air, beberapa virus bisa mati oleh panas. Maka dari itu ada anjuran jika habis bepergian pulangnya harus melalui dapur.
Kita sudah bicara mengenai pencegahan, kita masuki soal pengobatannya
Ada istilah Sambetan, ia terdiri dari bermacam-macam rempah. Ada dringo, bangle, jahe, kunyit, kencur, dan banyak lagi bahan yang kalau kita lihat menjadi sesuatu yang ganjil. Mengapa terlihat ganjil? Karena rempah itu bisa ditempatkan di tempat yang tidak sepatutnya. Ada yang di kusen pintu, di keranjang bayi, di wuwungan dan barangkali saja anda pernah melihatnya ditempat yang tidak saya sebutkan.
Kita memahaminya sebagai takhayul, mistik. Lagi-lagi bahasa atau istilah telah membuat keilmuan leluhur dianggap sesuatu yang melanggar aturan agama. Kita kurang perenungan, mbokya sesekali dalam renungan itu kita mempertanyakan, mengapa harus rempah itu, mengapa harus ditempatkan disitu. Apa sih hubungannya sawan dengan daun kelor, misalnya.
Kita menganggap bahwa masa lalu sudah tidak berguna lagi. Padahal masa lalu adalah pondasi masa depan.
Lantas ilmuwan mulai membuka rahasia apa yang terkandung dari itu semua.
Oh, rupanya rempah ini mengandung zat anu, sehingga mampu melumpuhkan virus ini. Atau daun itu bisa mematikan virus ini itu. Dll.
Ya, kesalahan kita adalah tentang peralihan bahasa. Mestinya ada duta peralihan bahasa. Dari kuna ke modern, agar tidak ada kebuntuan antara ilmu leluhur dan ilmu modern. Karena leluhur kita sudah lebih dahulu belajar tentang hidup, tidak salah sama sekali jika kita (sesekali) kembali ke keilmuan masa lalu.
Tulisan ini dibuat oleh Sukirno, dari PT Sari Lembah Subur 2
Pelalawan, 08-08-2020
Posting Komentar